Kota Bengkulu (ANTARA) - Pasukan Angkatan Laut Israel menyerang armada bantuan kemanusiaan Global Sumud Flotilla, yang sedang menuju Jalur Gaza dan menahan sedikitnya 223 aktivis dari berbagai negara. Jumlah dapat terus bertambah seiring perkembangan.
Menurut penyelenggara, serangan terjadi pada Kamis (2/10/2025) saat armada yang terdiri dari lebih dari 50 kapal berlayar membawa bantuan medis dan logistik untuk warga Gaza.
Global Sumud juga membagikan daftar nama dan kewarganegaraan para aktivis melalui media sosial, mencakup warga Spanyol, Italia, Brasil, Turki, Yunani, Amerika Serikat, Jerman, Swedia, Inggris, Prancis, dan negara lainnya. Kementerian Luar Negeri Israel menyampaikan, para aktivis akan dibawa ke Pelabuhan Ashdod sebelum dideportasi ke Eropa.
Data pelacak resmi menunjukkan, sebanyak 21 kapal berhasil dicegat, sementara 23 kapal lainnya masih melanjutkan perjalanan. Salah satu kapal, Mikeno, sempat memasuki perairan Gaza sejauh 9 mil sebelum sinyalnya hilang.
Aktivis Turki, Erdem Ozveren, menyebut armada hanya berjarak sekitar 30 mil laut dari Gaza sebelum dihentikan paksa. Para saksi melaporkan bahwa kapal-kapal Israel mendekati konvoi, menabrak salah satu kapal, menggunakan meriam air, hingga menaiki kapal secara paksa.
Komite Internasional untuk Mematahkan Pengepungan Gaza (ICBSG) menuduh tentara Israel bertindak brutal terhadap aktivis damai yang berasal dari 50 negara.
Serangan ini terjadi meski ada peringatan dari Amnesty International dan PBB agar armada bantuan dilindungi. Rekaman siaran langsung memperlihatkan seorang aktivis mengenakan rompi pelampung ketika kapal-kapal Israel mengepung konvoi.
Armada Global Sumud sendiri memulai perjalanan sejak akhir Agustus, menjadi konvoi terbesar dalam beberapa tahun terakhir dengan 532 partisipan.
Israel telah mempertahankan blokade terhadap Gaza selama hampir 18 tahun, memblokir makanan dan obat-obatan serta memperketat pengepungan sejak Maret 2025. Situasi kemanusiaan semakin memburuk setelah serangan udara Israel sejak Oktober 2023 menewaskan lebih dari 66.000 warga Palestina, mayoritas perempuan dan anak-anak.
PBB menegaskan bahwa kondisi Gaza kini makin tidak layak huni, dengan ancaman kelaparan dan penyakit yang terus meluas.
