Kendati adanya berbagai kemudahan, Hanamaza Pan tidak lepas dari berbagai tantangan, terutama di tengah gempuran persaingan bisnis roti dan kue yang terkenal berkualitas tinggi di Negeri Sakura itu.
Berbagai tantangan itu, antara lain bersaing dengan pebisnis roti dan kue yang sudah populer, harus mampu memproduksi jenis roti yang enak, tanpa bahan aditif dan baru, memasarkan ke konsumen lokal dan Muslim daring maupun luring, mempertahankan rasa dan kualitas yang sama dan mempertahankan harga meskipun kondisi bahan baku naik.
Selain itu, lanjut dia, tantangan lainnya, yakni mematuhi aturan terutama untuk laporan pajak di mana untuk menggunakan jasa akuntan Jepang cukup mahal, pengemasan harus sesuai dengan kondisi empat musim Jepang serta memproduksi jenis roti sesuai dengan musim di Jepang, misalnya musim ubi dan labu saat musim gugur.
“Tantangan lainnya, yaitu membuat produk yang kawaii (cantik) supaya diliput media massa Jepang. Misalnya, produk kami yang cukup terkenal, yaitu roti macam tutul, leopard dan kare pan (roti kari),” ujarnya.
Produk-produk Hanamaza Pan, di antaranya aneka roti manis dan asin, aneka pastri, kue, kukis termasuk kue Lebaran, bento dan aneka lauk katering dengan harga termurah 220 yen (Rp25.000) hingga yang tertinggi 8.500 yen (Rp920.000).
Fauzy menyebutkan pihaknya meraup omzet rata-rata 800.000 yen (Rp88 juta per bulan).
Saat ini, dia mengatakan, pihaknya masih memasarkan secara daring serta luring dari Cafe Hanamaza Pan di Kota Gifu, Prefektur Gifu. Selain itu, produk-produk tersebut juga dijajakan di Lawson Ogaki Gifu, Masjid Istiqlal Osaka, Halal Shop Saijo Hiroshima serta di berbagai ajang dan festival.
Fauzy menambahkan saat ini belum ada cabang, tetapi ada kemitraan dengan para pengecer di berbagai daerah.
Dia berharap ke depannya dapat membuka cabang di Tokyo atau wilayah Kanto.
“Saya berharap Hanamaza Pan ke depan dapat semakin bisa dirasakan manfaatnya di seluruh Jepang sebagai roti yang tidak hanya halal tapi Insya Allah thoyyib (baik) karena tanpa bahan pengawet,” ujarnya.