Pemerintahan Joko Widodo periode kedua sejatinya sempat terganggu oleh merebaknya pandemi COVID-19 pada awal tahun 2020, yang memaksa Pemerintah melakukan realokasi anggaran untuk penanganan pandemi.
Namun berbekal kebijakan “gas dan rem” yang cermat, Jokowi berhasil membawa bangsa Indonesia melalui pandemi dengan cukup baik.
Pembangunan karakter bangsa, infrastruktur, termasuk juga peningkatan peran Indonesia di dunia internasional, menjadi buah kepemimpinan pria asal Solo itu.
Gebrakan terbesar Jokowi di periode kedua adalah merealisasikan pemindahan ibu kota negara. Berbekal kajian yang panjang dan mendalam, ia kemudian menunjuk Kalimantan Timur sebagai lokasi ibu kota baru, yang kini dikenal dengan sebutan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Pembangunan IKN ditandai dengan terbitnya UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. Tahun 2022--2024 dicanangkan sebagai pemindahan ibu kota tahap awal.
Walaupun masih menyisakan pekerjaan rumah yang begitu besar, dalam kurun waktu 2 tahun, 2022--2024, pembangunan IKN berhasil dilakukan dengan cukup baik. Istana Kepresidenan IKN sudah bisa digunakan.
Terlepas dari berbagai pro dan kontra yang meliputinya, pemindahan ibu kota negara memiliki semangat dan landasan yang baik, yakni untuk mendorong pembangunan Indonesia-sentris yang lebih masif lagi.
Dengan keberadaan ibu kota sekaligus pusat pemerintahan di Kalimantan Timur yang secara geografis berada tepat di tengah NKRI, pembangunan Indonesia-sentris diharapkan dapat lebih mudah diwujudkan.
Kebijakan hilirisasi
Menjelang akhir masa pemerintahannya, Joko Widodo juga membuat gebrakan besar dengan menggencarkan hilirisasi di segala sektor, untuk memberikan nilai tambah bagi sumber daya alam yang dimiliki bangsa.
Berdasarkan data capaian 10 tahun pemerintahan Joko Widodo yang dirangkum dan dilansir Kantor Staf Presiden, meski berulang kali ditekan negara-negara Uni Eropa yang menggugat Indonesia ke World Trade Organization (WTO) atas tuduhan proteksionisme komoditas bijih nikel, kebijakan hilirisasi tetap dijadikan langkah strategis ekonomi-politik masa Presiden Jokowi.
Keluar dari perilaku diskriminatif negara-negara industri maju menjadi kunci kemajuan bangsa Indonesia di tengah derasnya arus industrialisasi.
Jokowi ingin membawa Indonesia keluar dari fenomena kutukan sumber daya alam, di mana Indonesia hanya menjadi pemasok bahan mentah. Melalui kebijakan hilirisasi, Indonesia ingin mengolah sendiri bahan mentah hasil sumber daya alam Indonesia menjadi barang bernilai tambah.
Berbagai aturan diteken, pembangunan smelter digenjot, dan daya tahan industri dalam negeri dijaga. Hilirisasi adalah mesin pertumbuhan (engine of growth) yang memanfaatkan keunggulan komparatif Indonesia untuk sejajar dengan negara-negara industri maju.
Kesulitan dalam melewati tahap industrialisasi ini merupakan tahapan yang harus dilewati sebagai bagian dari proses modernisasi sebuah negara.
Indonesia telah memulai hilirisasi industri di sektor mineral, seperti nikel dan bauksit, serta sektor agro seperti kelapa sawit. Hasilnya sudah terlihat membawa peningkatan devisa negara, investasi, nilai tambah produk, dan penciptaan lebih banyak lapangan kerja, yang semuanya berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan hilirisasi ini patut didukung oleh semua lapisan bangsa. Indonesia harus mampu menunjukkan kemandiriannya untuk tumbuh dan berkembang berbekal sumber daya yang ada di berbagai sektor.
Secara umum apa yang telah dilakukan dan diperjuangkan pemerintahan Joko Widodo selama 10 tahun untuk mewujudkan Indonesia maju, seyogyanya dilanjutkan oleh pemerintahan berikutnya di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Keberlanjutan menjadi sangat penting agar bangsa Indonesia tidak mengulang dari awal upaya-upaya mewujudkan Indonesia maju, setiap kali ada pergantian kepemimpinan.
Editor: Achmad Zaenal M