Bengkulu (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Bengkulu menyurati perusahaan tambang yang ada di provinsi berjuluk Bumi Merah Putih tersebut untuk melakukan penghijauan serentak hutan di areal bekas pertambangan yang tidak direklamasi oleh perusahaan.
"Semua perusahaan akan kita kumpulkan. Pelaksanaan penghijauan waktunya disesuaikan oleh mereka, dan Pemprov Bengkulu akan melakukan pengawasan," kata Wakil Gubernur Bengkulu Mian di Bengkulu, Rabu.
Upaya tersebut sebagai bentuk keseriusan pemerintah daerah dalam menertibkan kewajiban perusahaan pertambangan terhadap lingkungan.
Pemerintah Provinsi Bengkulu mewajibkan perusahaan pertambangan swasta untuk mengikuti gerakan penghijauan serentak di areal bekas pertambangan milik masing-masing perusahaan.
"Ini terkait rencana launching penghijauan serentak di lokasi-lokasi wilayah pasca-tambang yang tidak dilaksanakan reklamasi oleh perusahaan, padahal itu merupakan tanggung jawab mereka," ucap Mian.
Sementara itu, Asisten II Pemprov Bengkulu R.A. Denny menyebutkan Pemprov Bengkulu juga akan berkoordinasi dengan para bupati di wilayah yang masuk dalam areal penghijauan pasca-penambangan guna memastikan pengawasan berjalan optimal.
"Nantinya kita akan berkoordinasi dengan bupati di wilayah yang terdampak kegiatan penghijauan massal ini agar pengawasan dapat dilakukan secara bersama-sama," kata dia.
Sebelumnya, Gubernur Bengkulu Helmi Hasan juga telah m mengeluarkan Surat Edaran Nomor 500.4/1849/DLHK/2025 tentang kewajiban untuk menjaga kelestarian hutan dan lahan di wilayah Provinsi Bengkulu.
Edaran tersebut meminta pemerintah kabupaten/kota menyampaikan kepada masyarakat sejumlah larangan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Edaran yang ditujukan kepada seluruh bupati dan wali kota se-Provinsi Bengkulu tersebut diterbitkan sebagai langkah antisipasi menyikapi meningkatnya bencana alam yang terjadi di wilayah Sumatera.
Lewat edaran, Gubernur menekankan larangan antara lain meliputi membuka atau mengerjakan kawasan hutan tanpa izin, merambah hutan, melakukan penebangan pohon dengan jarak tertentu dari sungai, dan membakar hutan.
Selain itu, masyarakat juga dilarang menebang atau memanen hasil hutan tanpa izin pejabat berwenang, membeli atau memperdagangkan hasil hutan yang diduga berasal dari kawasan hutan ilegal, hingga membawa alat berat yang berpotensi digunakan untuk mengangkut atau merusak hasil hutan tanpa izin.
Gubernur juga menegaskan larangan menggembalakan ternak di kawasan hutan tanpa penunjukan khusus, membawa benda-benda yang dapat memicu kebakaran, serta mengeluarkan satwa atau tumbuhan liar yang tidak dilindungi dari kawasan hutan tanpa izin pejabat berwenang.
