Menunggu taji Polri cegah korupsi
Jumat, 8 November 2024 12:57 WIB 663
Jakarta (ANTARA) - Menangkap para tersangka korupsi sudah bagian dari tugas Polri. Semua orang sudah tahu itu. Sudah biasa kita baca di media cetak, media daring, atau lihat di televisi tentang Polri dan jajarannya menahan atau menangkap tersangka korupsi.
Perlakuan tersangka kejahatan kerah putih ini sama dengan kejahatan jalanan, penipu, pembunuh, dan kejahatan lainnya pun sama. Mereka diborgol, ditahan, dan pakai rompi tahanan jika berada di luar sel.
Namun, publik masih belum banyak yang tahu Polri sebenarnya juga telah lama bekerja mencegah korupsi sejak beberapa tahun terakhir ini, meski payung hukumnya masih lemah atau bahkan belum ada.
Baca juga: Menjadi guru hebat untuk Indonesia kuat
Mencegah itu tindakan menjaga agar tidak ada korupsi, sedangkan menangkap atau menahan dilakukan jika korupsi diduga telah terjadi. Gaung polisi di publik saat mencegah korupsi kalah jauh manakala saat menangkap korupsi.
Polri baru mulai terdengar serius menangani pencegahan korupsi saat Jenderel Pol Listyo Sigit Prabowo menjadi Kapolri. Hal diawali ketika pada pengujung 2021, Kapolri menawarkan 57 eks karyawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai aparatur sipil negara (ASN) di Polri. Mereka dikeluarkan dari KPK setelah lembaga antirasuah itu didera konflik internal yang berujung pemecatan 57 karyawan termasuk penyidik dan penyelidik tindak pidana korupsi.
Meski sebagai ASN, kualitas mereka tidak sembarangan, bahkan tetap ditakuti para koruptor. Bak dapat durian runtuh, Kapolri mengajak 57 orang itu bergabung menjadi ASN. Langsung diproses tanpa melalui tes. Namun, hanya 44 orang yang memilih jadi ASN Polri, sisanya berkarir di tempat lain seperti menjadi pengacara.
Oleh Kapolri, mereka ditempatkan menjadi Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Pencegahan Korupsi. Meski geregetnya kurang di mata publik, satgas ini banyak bergerak di daerah-daerah untuk melakukan berbagai upaya pencegahan. Satgassus ini dibentuk karena Polri belum memiliki struktur resmi yang bertugas mencegah korupsi.
Baca juga: Menghapus kesenjangan melalui program transformasi sekolah
Usai 44 eks karyawan KPK itu dilantik ASN Polri pada 9 Desember 2021, Kapolri menugasi mereka menjadi bagian Satgassus Pencegahan Korupsi. Secara simultan Mabes Polri pun mulai membahas struktur yang khusus bertugas memberantas korupsi.
Satgassus Pencegahan Korupsi ini bergerak ke seluruh Indonesia dengan melakukan penyuluhan antikorupsi, monitoring proyek, atau memberikan masukan kepada pemerintah daerah agar tidak korupsi atau mencegah korupsi saat pengadaan barang dan jasa.
Pada Kamis, 26 September 2024, misalnya, Satgassus Pencegahan Korupsi Mabes Polri melaporkan kinerja yang telah dilakukan selama tahun 2024 kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
Penyampaian laporan itu dilakukan secara langsung oleh Kepala Satgassus Herry Muryanto dan Wakil Kasatgassus Novel Baswedan.
Satgassus itu telah bekerja sama dengan melakukan pendampingan terhadap 12 kementerian/lembaga, yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), PT Sarana Multi Infrastruktur, Pertamina, SKK Migas, dan Bank Tanah Nasional.
Satgassus ini memaparkan program pencegahan korupsi yang diprioritaskan terhadap empat sektor, yakni pelayanan publik, ketahanan pangan, ketahanan energi, dan penerimaan negara.
Satgassus juga mempersiapkan dua buku terkait pencegahan korupsi.
Baca juga: Dibantu Pegadaian, kini anggota Slankers bisa bikin pupuk sendiri
Itu baru kinerja pada 2024. Masih banyak lagi apa yang dilakukan Satgassus ini pada 2022--2023. Mereka terus bergerak di seluruh tanah air untuk melakukan sosialisasi antikorupsi dan pendampingan pekerjaan agar jauh dari korupsi.
Kortastipidkor
Setelah hanya berbentuk Satgas selama 2022-2024, pada 15 Oktober 2024 Presiden Joko Widodo membentuk Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) melalui Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2024 yang mengatur struktur terbaru Polri.
Lahirnya produk hukum ini melalui proses yang panjang. Polri membutuhkan waktu beberapa tahun untuk membahasnya sebelum ditandatangani Presiden.
Dalam Pasal 5 beleid itu disebutkan bahwa Kortastipidkor mempunyai tugas membantu Kapolri dalam membina dan menyelenggarakan pencegahan, penyelidikan, dan penyidikan dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pasal ini juga menyebutkan bahwa Kortastipidkor juga mengusut tindak pidana pencucian uang dan pengamanan aset yang bersumber dari tindak pidana korupsi.
Yang menarik adalah Polri kini memiliki payung hukum dalam melakukan pencegahan korupsi. Meski tidak sekuat UU sebagaimana KPK berwenang melakukan pencegahan, dengan adanya perpres itu Polri kini memiliki senjata baru. Senjatanya memang kalah dengan institusi semisal KPK, namun yang paling penting adalah orang di balik "senjata" itu.
Perpres ini sudah memenuhi kebutuhan minimal bagi Polri untuk melakukan pencegahan korupsi dengan memiliki landasan hukum yang kuat.
Baca juga: Upaya bersama untuk mengantisipasi ancaman longsor ibu kota
Melihat perjalanan Satgas Pencegahan Korupsi yang sudah berjalan 3 tahun dan pembentukan Kortastipidkor, maka Polri diyakini akan langsung bekerja cepat dan tidak membutuhkan banyak waktu untuk penyesuaian di Kortastipidkor. Satgassus dan Direktorat Tipikor yang berada di bawah Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) akan melebur ke dalam Kortastipidkor
Apalagi, jika nantinya 44 ASN eks karyawan KPK bertugas di Kortastipidkor maka Polri diyakini bakal langsung tancap gas mencegah korupsi.
Polri sebaiknya mengoptimalkan peran pencegahan korupsi dibandingkan dengan melakukan penindakan atau penangkapan. Biarlah lembaga lain yang lebih dulu eksis yang melakukan penindakan.
Baca juga: Bambu nan adaptif
Polri seharusnya bermain di "kolam" lain dalam pemberantasan korupsi. Yang tangkap-tangkap koruptor biarlah didominasi KPK atau kejaksaan.
Ada satu "kolam" yang belum dioptimalkan oleh KPK dan kejaksaan yakni bidang pencegahan. Di "kolam" inilah Polri bisa membuktikan sebagai bagian utama dalam pemberantasan korupsi bidang pencegahan.
Dengan dibentuknya Kortastipidkor itu diharapkan Polri ikut menjadi bagian peran utama dalam pemberantasan korupsi. Taji Polri, yakni Kortastipidkor, telah lahir dan seharusnya bisa menjadi senjata ampuh dalam pemberantasan korupsi bidang pencegahan.
Editor: Achmad Zaenal M
Perlakuan tersangka kejahatan kerah putih ini sama dengan kejahatan jalanan, penipu, pembunuh, dan kejahatan lainnya pun sama. Mereka diborgol, ditahan, dan pakai rompi tahanan jika berada di luar sel.
Namun, publik masih belum banyak yang tahu Polri sebenarnya juga telah lama bekerja mencegah korupsi sejak beberapa tahun terakhir ini, meski payung hukumnya masih lemah atau bahkan belum ada.
Baca juga: Menjadi guru hebat untuk Indonesia kuat
Mencegah itu tindakan menjaga agar tidak ada korupsi, sedangkan menangkap atau menahan dilakukan jika korupsi diduga telah terjadi. Gaung polisi di publik saat mencegah korupsi kalah jauh manakala saat menangkap korupsi.
Polri baru mulai terdengar serius menangani pencegahan korupsi saat Jenderel Pol Listyo Sigit Prabowo menjadi Kapolri. Hal diawali ketika pada pengujung 2021, Kapolri menawarkan 57 eks karyawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai aparatur sipil negara (ASN) di Polri. Mereka dikeluarkan dari KPK setelah lembaga antirasuah itu didera konflik internal yang berujung pemecatan 57 karyawan termasuk penyidik dan penyelidik tindak pidana korupsi.
Meski sebagai ASN, kualitas mereka tidak sembarangan, bahkan tetap ditakuti para koruptor. Bak dapat durian runtuh, Kapolri mengajak 57 orang itu bergabung menjadi ASN. Langsung diproses tanpa melalui tes. Namun, hanya 44 orang yang memilih jadi ASN Polri, sisanya berkarir di tempat lain seperti menjadi pengacara.
Oleh Kapolri, mereka ditempatkan menjadi Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Pencegahan Korupsi. Meski geregetnya kurang di mata publik, satgas ini banyak bergerak di daerah-daerah untuk melakukan berbagai upaya pencegahan. Satgassus ini dibentuk karena Polri belum memiliki struktur resmi yang bertugas mencegah korupsi.
Baca juga: Menghapus kesenjangan melalui program transformasi sekolah
Usai 44 eks karyawan KPK itu dilantik ASN Polri pada 9 Desember 2021, Kapolri menugasi mereka menjadi bagian Satgassus Pencegahan Korupsi. Secara simultan Mabes Polri pun mulai membahas struktur yang khusus bertugas memberantas korupsi.
Satgassus Pencegahan Korupsi ini bergerak ke seluruh Indonesia dengan melakukan penyuluhan antikorupsi, monitoring proyek, atau memberikan masukan kepada pemerintah daerah agar tidak korupsi atau mencegah korupsi saat pengadaan barang dan jasa.
Pada Kamis, 26 September 2024, misalnya, Satgassus Pencegahan Korupsi Mabes Polri melaporkan kinerja yang telah dilakukan selama tahun 2024 kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
Penyampaian laporan itu dilakukan secara langsung oleh Kepala Satgassus Herry Muryanto dan Wakil Kasatgassus Novel Baswedan.
Satgassus itu telah bekerja sama dengan melakukan pendampingan terhadap 12 kementerian/lembaga, yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), PT Sarana Multi Infrastruktur, Pertamina, SKK Migas, dan Bank Tanah Nasional.
Satgassus ini memaparkan program pencegahan korupsi yang diprioritaskan terhadap empat sektor, yakni pelayanan publik, ketahanan pangan, ketahanan energi, dan penerimaan negara.
Satgassus juga mempersiapkan dua buku terkait pencegahan korupsi.
Baca juga: Dibantu Pegadaian, kini anggota Slankers bisa bikin pupuk sendiri
Itu baru kinerja pada 2024. Masih banyak lagi apa yang dilakukan Satgassus ini pada 2022--2023. Mereka terus bergerak di seluruh tanah air untuk melakukan sosialisasi antikorupsi dan pendampingan pekerjaan agar jauh dari korupsi.
Kortastipidkor
Setelah hanya berbentuk Satgas selama 2022-2024, pada 15 Oktober 2024 Presiden Joko Widodo membentuk Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) melalui Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2024 yang mengatur struktur terbaru Polri.
Lahirnya produk hukum ini melalui proses yang panjang. Polri membutuhkan waktu beberapa tahun untuk membahasnya sebelum ditandatangani Presiden.
Dalam Pasal 5 beleid itu disebutkan bahwa Kortastipidkor mempunyai tugas membantu Kapolri dalam membina dan menyelenggarakan pencegahan, penyelidikan, dan penyidikan dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pasal ini juga menyebutkan bahwa Kortastipidkor juga mengusut tindak pidana pencucian uang dan pengamanan aset yang bersumber dari tindak pidana korupsi.
Yang menarik adalah Polri kini memiliki payung hukum dalam melakukan pencegahan korupsi. Meski tidak sekuat UU sebagaimana KPK berwenang melakukan pencegahan, dengan adanya perpres itu Polri kini memiliki senjata baru. Senjatanya memang kalah dengan institusi semisal KPK, namun yang paling penting adalah orang di balik "senjata" itu.
Perpres ini sudah memenuhi kebutuhan minimal bagi Polri untuk melakukan pencegahan korupsi dengan memiliki landasan hukum yang kuat.
Baca juga: Upaya bersama untuk mengantisipasi ancaman longsor ibu kota
Melihat perjalanan Satgas Pencegahan Korupsi yang sudah berjalan 3 tahun dan pembentukan Kortastipidkor, maka Polri diyakini akan langsung bekerja cepat dan tidak membutuhkan banyak waktu untuk penyesuaian di Kortastipidkor. Satgassus dan Direktorat Tipikor yang berada di bawah Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) akan melebur ke dalam Kortastipidkor
Apalagi, jika nantinya 44 ASN eks karyawan KPK bertugas di Kortastipidkor maka Polri diyakini bakal langsung tancap gas mencegah korupsi.
Polri sebaiknya mengoptimalkan peran pencegahan korupsi dibandingkan dengan melakukan penindakan atau penangkapan. Biarlah lembaga lain yang lebih dulu eksis yang melakukan penindakan.
Baca juga: Bambu nan adaptif
Polri seharusnya bermain di "kolam" lain dalam pemberantasan korupsi. Yang tangkap-tangkap koruptor biarlah didominasi KPK atau kejaksaan.
Ada satu "kolam" yang belum dioptimalkan oleh KPK dan kejaksaan yakni bidang pencegahan. Di "kolam" inilah Polri bisa membuktikan sebagai bagian utama dalam pemberantasan korupsi bidang pencegahan.
Dengan dibentuknya Kortastipidkor itu diharapkan Polri ikut menjadi bagian peran utama dalam pemberantasan korupsi. Taji Polri, yakni Kortastipidkor, telah lahir dan seharusnya bisa menjadi senjata ampuh dalam pemberantasan korupsi bidang pencegahan.
Editor: Achmad Zaenal M