Bengkulu (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) memprakirakan perekonomian Provinsi Bengkulu pada 2025 mampu tumbuh pada rentang 4,2-5 persen (year on year/yoy).
"Hal itu didorong oleh tetap menguatnya permintaan domestik dan upaya percepatan realisasi investasi melalui pembentukan RTRW dan RDTR wilayah serta promosi investasi daerah," kata Kepala BI Perwakilan Provinsi Bengkulu Wahyu Yuwana, di Bengkulu, Jumat.
Kemudian, kata dia lagi, perbaikan di sisi produktivitas pertanian serta perbaikan industri CPO juga diprediksi turut mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Namun, di sisi lain terdapat tantangan berupa perlambatan ekonomi negara mitra dagang Bengkulu, yaitu China yang berpengaruh pada harga ekspor batu bara," ujarnya pula.
Lebih rinci, Wahyu Yuwana menjelaskan beberapa hal yang akan menopang pertumbuhan ekonomi Bengkulu, yakni berlanjutnya program bansos serta potensi kenaikan upah minimum provinsi (UMP) tahunan.
Kemudian upaya percepatan pembentukan RTRW dan RDTR wilayah pada 2024 dapat meningkatkan realisasi investasi tahun 2025. Berlanjutnya upaya promosi investasi daerah oleh tim RIRU Rafflesia akan mendorong realisasi investasi 2025
"Investor cenderung wait and see saat pemilu, dan akan meningkat setelah pemilu (2025), jadi peluang 2025 untuk sisi investasi akan lebih besar," kata dia lagi.
Wahyu mengatakan perluasan program pertanian organik, dukungan alat dan mesin pertanian (alsintan), dan antisipasi dampak La Nina juga akan mendukung pertumbuhan ekonomi Bengkulu.
Potensi berlanjutnya rencana pemangkasan produksi minyak oleh negara OPEC+ sebagai upaya stabilisasi harga minyak dan pemulihan jumlah penumpang pesawat ke level pra pandemi yang akan terjadi pada awal 2025 ini, juga akan menstimulasi pertumbuhan ekonomi daerah.
Namun, BI juga tetap mengingatkan ada beberapa faktor yang dapat menekan perekonomian Bengkulu. Dari sisi ekspor, pemulihan fungsi pelabuhan utama masih dalam proses pasca-kendala pendangkalan.
Normalisasi belanja pasca momen Pemilu 2024 dan adanya penurunan pagu pada TKDD (transfer ke daerah dan dana desa), potensi terjadinya La Nina yang memicu kondisi cuaca ekstrem berupa banjir, sehingga berpotensi meningkatkan risiko gagal panen, peningkatan target realisasi bauran energi baru terbarukan (EBT) pada 2025 berpotensi menekan permintaan batu bara domestik dan cuaca menjadi poin-poin yang perlu diperhatikan agar tidak memberikan pengaruh berarti pada ekonomi Bengkulu.