Mukomuko (ANTARA) - Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu mengusulkan izin pemanfaatan kawasan hutan yang telanjur dirambah warga melalui program perhutanan sosial untuk 10 desa di daerah ini.
Kepala KPH Kabupaten Mukomuko Aprin Sihaloho saat dihubungi dari Mukomuko, Selasa, mengatakan berkas usulan 10 desa ini sudah masuk ke Kementerian Kehutanan.
"Saat ini kami masih menunggu verifikasi teknis desa yang telah diusulkan mendapat program perhutanan sosial dari Pemerintah Pusat," katanya.
Namun verifikasi teknis desa yang diusulkan mendapatkan perhutanan sosial, katanya, menunggu perubahan nomenklatur kementerian dari sebelumnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kini hanya Kementerian Kehutanan.
Ia mengatakan sebelumnya sebanyak delapan desa yang mengusulkan program perhutanan sosial, kemudian ada penambahan dua desa yang mengusulkan program ini.
Ia menyebutkan delapan desa yang diusulkan mendapatkan program perhutanan sosial, yakni Desa Lubuk Talang, Desa Serami Baru, Desa Lubuk Cabai, Desa Retak Mudik, Desa Air Bikuk, Desa Lubuk Bento, Desa Lubuk Bangko, dan Desa Lubuk Selandak.
Kemudian, katanya, penambahan dua desa, yakni Desa Sibak mengusulkan program perhutanan sosial di kawasan hutan seluas sekitar 600 hektare dan Desa Pondok Baru seluas sekitar 700 hektare.
Sedangkan usulan luas program perhutanan sosial di lahan kawasan hutan yang rusak akibat perambahan di delapan desa, katanya, seluas 20.000 hektare.
"Usulan dari delapan desa di daerah ini termasuk luas, karena setiap desa ada yang mengusulkan program perhutanan sosial di lahan seluas 2.000 hingga 3.000 hektare," ujarnya.
Program Perhutanan Sosial, lanjutnya, merupakan salah satu solusi bagi masyarakat yang telanjur menggarap kawasan hutan, karena tidak mungkin pemerintah mengusir mereka. Untuk itu mereka diberikan izin menggarap bukan memiliki.
Sementara itu, ada seluas 78 ribu hektare hutan produksi dan hutan produksi terbatas di daerah ini. Dari kawasan hutan seluas 78 ribu hektare tersebut, seluas 12 ribu hektare dikelola PT Sifef Biodivesity, seluas 22 ribu hektare dikelola PT BAT, 6.000 hektare dikelola PT API, dan 10 ribu hektare diusulkan sebagai hutan desa.
Ia mengatakan hingga kini masih ada seluas 28 ribu hektare hutan yang berada di bawah pengawasan instansinya. Dari puluhan ribu hektare tersebut sekitar 80-90 persen rusak akibat perambahan.