Bengkulu (ANTARA) - Setelah lebih dari tiga dekade menjadi bagian dari dapur dan kehidupan keluarga Indonesia, Tupperware Indonesia resmi menghentikan operasional bisnisnya pada 31 Januari 2025.
Pengumuman ini disampaikan melalui unggahan di akun Instagram resmi @tupperwareid dan langsung menyentuh hati ribuan warganet yang tumbuh bersama produk-produk ikonik ini.
"Kenangan selama 33 tahun ini akan selalu menjadi bagian dari cerita indah kami. Terima kasih telah menjadikan Tupperware lebih dari sekedar produk - Anda telah membuatnya menjadi bagian dari keluarga, momen, dan cerita yang penuh makna," tulis admin dalam unggahannya pada Jumat (11/4).
Tupperware bukan hanya merek tempat makan—ia adalah bagian dari cerita keluarga, pesta rumah, dan tradisi yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Di balik penutupan ini, ada kisah panjang dan fakta-fakta menarik yang patut untuk dikenang sebagaimana dikutip dari Fast Company.
Berikut lima fakta unik dan perjalanan menarik Tupperware tersebut.
Baca juga: Dokter: Cairan berbahaya tak boleh disimpan dalam botol air mineral
Baca juga: ATM Sampah tingkatkan antusiasme masyarakat kelola sampah
1. Sempat Di Ambang Bangkrut, Diselamatkan Oleh Kreditur
Pada awal 2023, kabar mengejutkan datang dari Tupperware Brands Corporation di Amerika Serikat. Mereka mengumumkan potensi kebangkrutan karena gagal memperoleh dana darurat.
Namun, nasib perusahaan berbalik setelah menyepakati restrukturisasi utang dengan kreditur utama seperti Alden Global Capital, Stonehill Institutional Partners, dan Bank of America.
Perusahaan berhasil bertahan dengan menjual sebagian bisnisnya kepada para kreditur seharga 23,5 juta dolar AS (sekitar Rp369,6 miliar) dan membebaskan utang senilai 63 juta dolar AS (sekitar Rp990,7 miliar).
Meski berhasil keluar dari krisis sementara, sebagai bagian dari restrukturisasi global, Tupperware tetap memutuskan untuk menghentikan operasionalnya di banyak negara, termasuk Indonesia.
2. Berawal dari Kaleng Cat, Kini Jadi Ikon Dapur Dunia
Sedikit yang tahu, inspirasi Tupperware berawal dari kaleng cat. Earl Tupper, sang pendiri, terinspirasi membuat wadah plastik kedap udara seperti tutup kaleng cat.
Dari sinilah lahir Wonderlier Bowl, produk pertama Tupperware pada 1947, yang menjadi revolusi dalam penyimpanan makanan.
Material plastik polietilen yang sebelumnya digunakan untuk keperluan militer di Perang Dunia II, dimanfaatkan Tupper untuk membuat wadah makanan yang tahan bocor dan tahan lama. Sejak itu, Tupperware tak hanya jadi pionir wadah dapur, tapi juga simbol efisiensi dan inovasi rumah tangga.
Baca juga: Mengenal piring pelepah pinang yang ramah lingkungan
Baca juga: Perlu dicoba, begini cara membuat sabun cuci piring
3. “Pesta Tupperware” dan Brownie Wise, Perempuan di Balik Kesuksesan Global
Produk inovatif saja tak cukup. Tupperware awalnya kesulitan dipasarkan di toko-toko. Di sinilah Brownie Wise, seorang jenius pemasaran, memainkan peran penting. Ia memperkenalkan konsep Tupperware Party, yaitu pertemuan informal di rumah yang menjadi ajang demonstrasi produk dan sosialiasi.
Model penjualan langsung ini menjadikan Tupperware bagian dari gerakan sosial dan ekonomi perempuan di tahun 1950-an.
Para ibu rumah tangga tak hanya membeli, tetapi juga menjadi agen penjual, meraih penghasilan, dan membangun komunitas. Konsep pesta ini bertahan puluhan tahun dan menjadi ciri khas merek Tupperware.
4. Tupperware Indonesia, 33 Tahun Menjadi Bagian dari Keluarga
Sejak masuk ke Indonesia pada awal 1990-an, Tupperware langsung mendapat tempat di hati konsumen. Produk seperti Eco Bottle, Modular Mates, dan Microwaveable Lunch Box menjadi solusi penyimpanan makanan yang praktis dan higienis.
Dalam pernyataan resminya, Tupperware Indonesia mengungkapkan rasa terima kasih atas dukungan konsumen selama 33 tahun.
Mereka mengapresiasi setiap momen, dari bekal anak sekolah, hantaran cinta, hingga jamuan makan keluarga yang tak lepas dari produk Tupperware.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh konsumen, Executive Director, Sales Force, dan masyarakat yang telah menjadi bagian penting dari Tupperware Indonesia,” tulis akun resmi @tupperwareid.
Baca juga: Hindari dehidrasi tersembunyi saat puasa, konsumsi air kelapa saat berbuka
Baca juga: Dawet Ayu Banjarnegara jadi warisan budaya tak benda Indonesia
5. Tetap Relevan, Namun Kalah Bersaing di Era Digital
Meski sempat menikmati lonjakan penjualan saat pandemi COVID-19 karena masyarakat kembali memasak di rumah, Tupperware menghadapi tantangan besar pascapandemi.
Meningkatnya biaya bahan baku, logistik, serta persaingan ketat dari merek-merek baru yang lebih terjangkau menyebabkan penjualan menurun drastis. Selain itu, model bisnis penjualan langsung yang dulu sukses, kini kalah bersaing dengan platform e-commerce dan gaya belanja modern generasi muda.
Meski terus berinovasi dan bahkan menjual produk melalui ritel seperti Target di AS, upaya ini tak cukup menahan laju penurunan bisnis secara global.
6. Kesuksesan yang Dibangun Lewat “Pesta di Rumah”
Tupperware mungkin tak akan sukses besar tanpa campur tangan seorang perempuan bernama Brownie Wise. Ia bukan ilmuwan, tapi jagoan pemasaran. Ia menciptakan konsep Tupperware Party—pesta rumahan tempat ibu-ibu berkumpul, mencoba produk, dan berjualan sambil bersosialisasi.
Konsep ini bukan sekadar strategi penjualan, tapi juga bentuk pemberdayaan. Di era 1950-an, ketika perempuan jarang bekerja di luar rumah, menjadi agen Tupperware memberi peluang ekonomi sekaligus ruang sosial yang menyenangkan. Di Indonesia, model ini masih terus digunakan bahkan hingga beberapa tahun terakhir.
Meski kini Tupperware resmi meninggalkan pasar Indonesia, warisannya tetap hidup. Dari dapur nenek, ibu, hingga generasi muda yang sempat mengenalnya lewat bekal sekolah atau pesta rumah, Tupperware akan selalu dikenang.
Baca juga: Jus seledri: Sumber kesehatan alami yang kaya manfaat
Baca juga: 10 manfaat luar biasa air kelapa sebagai minuman olahraga alami
Tak hanya sebagai merek produk rumah tangga, tapi juga sebagai simbol perubahan sosial, inovasi, dan pemberdayaan perempuan.
Dan meskipun wadah plastiknya mungkin akan digantikan, kenangan yang diciptakannya akan terus tersimpan rapi—seperti makanan di dalam Tupperware.
